Subjek Hukum Internasional
- ELC & CONSULTANT
- Nov 23, 2020
- 5 min read
Updated: Jan 21, 2021
Subjek hukum menjadi bagian hukum yang tidak dapat dipisahkan, seperti subjek hukum dalam Hukum Internasional. Subjek hukum sendiri adalah manusia/orang. Manusia itu sendiri bisa berupa orang atau badan hukum. Subjek Hukum Internasional dalam arti yang sebenarnya adalah pemegang hak dan kewajiban menurut Hukum Internasional.

Subjek hukum dalam Hukum Internasional sangat luas. Menurut Ian Brownlie, subjek Hukum Internasional merupakan entitas yang mendukung hak-hak dan kewajiban-kewajiban Internasional, dan mempunyai kemampuan untuk mempertahankan hak-haknya dengan mengajukan klaim-klaim Internasional. Sama seperti hukum pada umumnya, subjek Hukum Internasional harus memiliki personalitas Hukum Internasional. Subjek Hukum Internasional seharusnya mempunyai kecakapan Hukum Internasional guna mewujudkan kepribadian Hukum Internasional. Yang dimaksud kecakapan Hukum Internasional antara lain (Sefrani, 2012: 102), yaitu:
Mampu menuntut hak-haknya di depan Pengadilan Internasional
Mampu membuat perjanjian yang sah dan mengikat di dalam Hukum Internasional
Menikmati imunitas dari yuridiksi pengadilan domestic
Menjadi subjek dari sebagian atau keseluruhan yang dibebankan oleh kewajiban Hukum Internasional
Menurut Boer Mauna Subjek Hukum Internasional dibagi menjadi dua yaitu subjek Hukum Internasional aktif (meliputi negara dan organisasi Internasional) dan subjek Hukum Internasional pasif (berupa non-negara dan organisasi Internasional). Sedangkan menurut Starke, subjek Hukum Internasional terdiri atas Negara, Tahta Suci, Palang Merah Internasional (ICRC), Organisasi Internasional, orang-perorangan (individu), pemberontak dan pihak-pihak yang bersengketa.
Berikut merupakan subjek-subjek Hukum Internasional:
1. Negara
Negara merupakan subjek hukum dalam arti klasik. Negara yang diakui secara Internasional adalah negara yang berdaulat dan merdeka. Pada hakikatnya karena negara subjek hukum pertama dalam Hukum Internasional, maka anggapan lain dari Hukum Internasional adalah hukum antarnegara.
Dalam suatu negara federal, pengemban hak dan kewajiban subjek Hukum Internasional adalah pemerintah federal. Tetapi, adakalanya konstitusi federal memungkinkan negara bagian (state) mempunyai hak dan kewajiban yang terbatas atau melakukan hal yang biasanya dilakukan oleh pemerintah federal. Sebagai contoh, dalam sejarah ketatanegaraan USSR (Union of Soviet Socialist Republics) dulu, konstitusi USSR dalam batas tertentu) memberi kemungkinan kepada negara-negara bagian seperti Byelo-Rusia dan Ukraina untuk mengadakan hubungan luar negeri sendiri di samping USSR.
2. Tahta Suci
Tahta suci ini lahir karena faktor sejarah karena merupkana peninggalan sejarah masa lalu. Sudah sejak dahulu Tahta Suci (Vatikan) menjadi subjek Hukum Internasional. Hal ini terlihat dari Paus yang bukan hanya merupakan kepala Gereja Roma, tetapi memiliki pula kekuasaan duniawi. Hingga sekarang, Tahta Suci mempunyai perwakilan diplomatic di banyak ibukota negara, termasuk di Jakarta.
Tahta suci merupakan suatu subjek hukum dalam arti yang penuh. Oleh karena itu, tahta suci mempunyai kedudukan sejajar dengan negara. kedudukan seperti itu terjadi terutama setelah diadakannya Perjanjian Lateran (Lateran Treaty) antara Italia dan tahta suci pada tanggal 11 Februari 1929. Berdasarkan perjanjian itu, pemerintah Italia antara lain mengembalikan sebidang tanah di Roma kepada tahta suci. Dalam sebidang tanah itulah kemudian didirkan negara.
Dasar lain yang menjadikan tahta suci sebagai subjek Hukum Internasional adalah dengan mengacu juga kepada Konvensi Montevideo 1933. Vatikan merupakan pihak dan memenuhi ketentuan-ketentuan pada Konvensi tersebut. Ketentuan-ketentuan tersebut antara lain:
Memiliki populasi permanen yang secara factual penduduk tetap Vatikan adalah 800 orang
Memiliki suatu wilayah tertentu yang dalam hal ini tahta suci terletak di atas lahan seluas 44 hektar/ 0,44 kilometer yang terletak di tengah-tengah kota Roma, Italia.
Terdapat suatu bentuk pemerintahan yang dalam hal ini bentuk negara Vatikan adalah Monarki Absolut. Dikepalai oleh seorang Paus (kepala negara) ysng memiliki kekuasaan absolut atas kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Memiliki kapasitas untuk terlibat dalam hubungan Internasional dengan negara lain, dalam hal ini selain Vatikan adalah pihak pada perjanjian-perjanjian Internasional seperti “The International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination” dan “Vienna Convention on Diplomatic Relations”. Selain itu Vatikan adalah anggota pada organisasi-organisasi Internasional seperti World Organization of Intellectual Properties (WOIP) dan UNESCO. Vatikan juga memiliki hubungan diplomatic dengan negara-negara di dunia, sebagai contoh Indonesia yang memiliki perwakilan diplomatic khusus untuk Vatikan begitu juga Vatikan terhadap Indonesia.
3. Palang Merah Internasional (ICRC)
Palang Merah Internasional atau juga dikenal dengan ICRC (International Committee of Red Cross) berkedudukan di Jenewa Swiss. Palang Merah Internasional lahir karena faktor sejarah masa lalu. Organisasi ini merupakan organisasi non-government. Peran Palang Merah Internasional tidak lepas dari penyelematan korban Perang Dunia I dan II. Selain itu ICRC juga berkontribusi di dalam pembentukkan Hukum Perang/ Hukum Humaniter. Namun ICRC sebagai subjek Hukum Internasional terbatas kedudukannya hanya dalam bidang kemanusiaan, perlindungan korban perang dalam skala domestik maupun Internasional. Namun Palang Merah Internasional bukan merupakan subjek Hukum Internasional dalam arti penuh.
4. Organisasi Internasional
Organisasi Internasional adalah suatu organisasi yang dibentuk atas perjanjian Internasional dua negara atau lebih yang memuat fungsi, tujuan, wewenang, asas, dan struktur organisasi tersebut. Organisasi Internasional diakui sebagai subjek Hukum Internasional yang berhak menyandang hak dan kewajiban Internasional sejak tahun 1949 ketika keluarnya Advisory Opinion dari International Law Commission tentang kasus Folke Bernadotte.
Secara garis besarnya dalam hal ini berarti Organisasi Internasional dapat dikatakan subjek Hukum Internasional karena dapat melakukan perjanjian, dapat menuntut di muka hakim, dan dapat menggunakan hak imunitas. Karena ketiga hal tersebut merupakan syarat sebuah individu atau organisasi dapat disebut subjek Hukum Internasional.
5. Orang Perorangan (Individu)
Orang perorangan atau individu juga dapat dijadikan sebagai subjek Hukum Internasional, akan tetapi dalam arti yang terbatas. Dalam Perjanjian Versailes tahun 1919, sudah ada pasal-pasal yang memungkinkan orang perseorangan mengajukan perkara kehadapan Mahkamah Arbitrase Internasional. Dengan demikian, sejak saat itu sudah ditinggalkan dalil lama bahwa hanya negara yang bisa menjadi pihak di depan suatu peradilan Internasional.
Pasca perang dunia ke-II pengadilan Ad Hoc Nuremberg dan Tokyo mengakui individu sebagai International Personality, mampu menyandang hak dan kewajiban di dalam Hukum Internasional. Individu bertanggung jawab atas perbuatannya di dalam kejahatan perang tanpa berlindung di belakang negara dan dapat dituntut di Pengadilan Internasional. Dalam Pasal 3 yang dikeluarkan International Law Commision 1987 menyebutkan bahwa individu merupakan Subjek Hukum Internasional.
Individu sebagai Subjek Hukum Internasional tentunya terbatas hanya dalam hal kejahatan Internasional saja yakni kejahatan perang (war crimes), kejahatan kemanusiaan (Crimes Against Humanity), genosida (genocide), dan agresi (aggression). Selain itu, sejak tahun 2002 telah didirikan Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court) untuk mengadili individu yang melakukan kejahatan seperti di atas.
6. Pemberontak dan Pihak dalam Sengketa (Belligerent)
Menurut hukum perang, dalam beberapa keadaan tertentu, pemberontakan dapat memperoleh kedudukan dan hak sebagai pihak yang bersangkutan (belligerent). Pengakuan terhadap gerakan pembebasan sebagai subjek Hukum Internasional tersebut merupakan perwujudan dari suatu pandangan baru tersebut terutama dianut oleh negara-negara dunia ke tiga. Mereka mendasarkan diri pada pemahaman, bahwa bangsa-bangsa mempunyai hak asasi seperti hak menentukan nasib sendiri dan hak menguasai sumber kekayaan alam di wilayah yang didiaminya (Pasal 73 Piagam PBB).
Pemberontakan tidaklah lepas dari gerakan separatis. Gerakan separatis (Insurgent) merupakan urusan yang dapat diselesaikan dalam internal negara saja. Negara lain tidak berhak mengurusi/mengintervensi negara lain dalam hal gerakan makar tanpa persetujuan negara tersebut. Namun apabila pemberontak telah mengambil sedemikian rupa di dalam negara (misalnya telah menguasai sebagian besar wilayah dan tidak ada lagi perlawanan) maka, negara lain berhak atas intervensi terhadap negara tersebut melalui pengakuan terhadap pemberontak (belligerent) bukan penghukuman. Hal ini dilakukan agar pemerintah pusat memperlakukan pemberontak sesuai dengan asas kemanusiaan atau memberikan “kemerdekaan”.
7. Perusahaan Transnasional
Perusahaan transnasional merupakan perusahaan yang berdiri di suatu negara namun beroperasi di berbagai negara. Para ahli Hukum Internasional klasik seperti Strake, Mochtar Kusumaatmaja menganggap bahwa perusahaan Internasional bukanlah sebagai subjek Hukum Internasional, namun seiring perkembangan zaman melalui Konvensi Washington 1964 memberikan wewenang kepada perusahaan transnasional untuk akses forum tanpa diwakili negaranya, hal inilah yang melatarbelakangi perusahaan transnasional sebagai subjek Hukum Internasional. Hal ini dilakukan karena untuk menjaga agar perusahaan transnasional tidak bertindak semena-mena di dalam menjalankan aktifitasnya.
Sumber:
- Boer Mauna, 2000, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Alumni, Bandung
- D.J. Harris, 1998, Cases and Material On International Law, Fifth Edition, Sweet and Maxwell, London.
- Etty R. Agoes, 1991, Konvensi Hukum Laut 1982: Masalah Pengaturan Hak Lintas Kapal Asing,CV Abardin, Bandung.
- Huala Adolf, 2002, Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.
- Martin Dixon, 2007, Text Book On International Law, Sixth Edition, Oxford University Press.
- Mochtar Kusumaatmadja & Etty R. Agoes, 2002, Pengantar Hukum Internasional, Alumni, Bandung.
- Sefriani, 2012, Hukum Internasional Suatu Pengantar, Raja Grafindo, Depok.
Penulis: Sabrina Salma (ELC & CONSULTANT Team)
Editor: Nofita Rahma Y
Comentarios