top of page
Search

Wasiat dan Surat Wasiat

  • Writer: ELC & CONSULTANT
    ELC & CONSULTANT
  • Feb 8, 2021
  • 11 min read

WASIAT DAN SURAT WASIAT DILIHAT DARI HUKUM PERDATA BARAT

Menurut R. Subekti dalam Pokok-Pokok Hukum Perdata, dalam KUHPerdata, wasiat atau testamen adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki. Atau bisa dikatakan bahwa wasiat merupakan pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki setelah ia meninggal. Sedangkan pengertian surat wasiat menurut Pasal 875 KUHPerdata, surat wasiat merupakan sebuah akta berisi pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya terjadi setelah ia meninggal, yang dapat dicabut kembali olehnya.

Sedangkan, menurut J. Satrio dalam buku Hukum Waris (hal. 181) menjelaskan bahwa ditinjau dari bentuknya suatu surat wasiat merupakan suatu akta yang memenuhi syarat undang-undang. Ditinjau dari isi, surat wasiat merupakan suatu pernyataan kehendak, yang baru mempunyai akibat/berlaku sesudah si pembuat testamen meninggal dunia, pernyataan mana pada waktu si pembuat masih hidup dapat ditarik kembali secara sepihak.



Pasal 895 KUHPerdata, mengatur lebih lanjut mengenai si pembuat testamen/ wasiat harus mempunyai budi akalnya, artinya tidak boleh membuat testamen ialah orang sakit ingatan dan orang yang sakitnya begitu berat, sehingga ia tidak dapat berpikir secara teratur.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk isi wasiat diantaranya:

  • Pasal 888 KUHperdata menyatakan jika “testamen memuat syarat-syarat yang tidak dapat dimengerti atau tidak mungkin dapat dilaksanakan atau bertentangan dengan kesusilaan, maka dalam hal ini harus dianggap tidak tertulis

  • Pasal 890 KUHperdata menyatakan “jika didalam testamen disebut sebab yang palsu, dan isi dari testamen itu menunjukkan bahwa Pewaris tidak akan membuat ketentuan itu jika ia tahu akan kepalsuannya maka testamen tidak sah

  • Pasal 893 KUHperdata menyatakan “suatu testamen akan batal, jika dibuat dengan paksa, tipu atau muslihat”

  • Larangan yang bersifat umum lainnya adalah “larangan membuat ketentuan sehingga legitime portie (Pasal 914 KUHPerdata) menjadi kurang dari semestinya


Jika tidak ada ketetapan yang sah dalam bentuk surat wasiat, maka semua harta peninggalan pewaris adalah milik segenap ahli waris. Sedangkan jika ada surat wasiat yang menjadi ketetapan yang sah, surat wasiat tersebut harus dijalankan oleh para ahli waris.

Wasiat dan surat wasiat merupakan dua hal yang berhubungan satu sama lain dimana suatu wasiat tidak akan sah apabila tidak diwujudkan dalam bentuk surat wasiat. Atau dengan kata lain jika tidak ada surat wasiat, maka semua harta peninggalan pewaris adalah milik segenap ahli waris. Sedangkan jika ada surat wasiat yang sah, surat wasiat tersebut harus dijalankan oleh para ahli waris.


SURAT WASIAT

Dalam Pasal 875 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”) menyebutkan bahwa surat wasiat atau testamen adalah suatu akta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia, dan yang olehnya dapat dicabut kembali lagi. Hal-hal lain tentang pengaturan surat wasiat ini telah diatur sedemikian rupa dalam Buku ke-II KUHPerdata pada Bab 13.

Berdasarkan Pasal 895 KUHPerdata Pewaris pembuat wasiat harus berakal sehat, artinya tidak sakit ingatan atau tidak sakit berat yang mengakibatkan ia tidak dapat berpikir secara wajar. Selain itu, surat wasiat tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan juga tidak boleh mengurangi bagian mutlak para ahli waris (legitieme portie) sebagaimana diatur dalam Pasal 913 KUHPerdata.


Jenis-jenis Surat Wasiat

Surat wasiat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

  1. Surat wasiat menurut bentuknya

  2. Surat wasiat menurut isinya

  3. Surat wasiat menurut bentuknya

Surat wasiat menurut bentuknya terbagi menjadi 3 macam, yaitu surat wasiat umum (Openbaar testament), surat wasiat olografi (Olographis testament), dan surat wasiat rahasia atau tertutup, sebagaimana diatur dalam Pasal 931 KUHPerdata).

1. Surat wasiat umum

Surat wasiat umum adalah surat wasiat dengan akta umum atau Wasiat umum dibuat dihadapan notaris dengan dihadiri oleh dua orang saksi layaknya pembuatan Akta biasa. Setiap surat wasiat harus dibuat di hadapan notaris dengan dihadiri oleh dua orang saksi (pasal 938 KUHPerdata). Pewaris menerangkan kepada notaris apa yang ia kehendaki, kemudian notaris akan menuliskan yang dikehendaki pewaris. Jika penuturan tidak dihadiri saksi, pewaris harus menuturkan lagi dihadapan para saksi. Kemudian notaris membacakan rencana surat wasiat dihadapan saksi dan menanyakan kepada pewaris apa sudah sesuai dengan kehendaknya (Pasal 939 KUHPerdata). Kemudian surat itu harus ditandatangani oleh pewaris, notaris dan saksi-saksi. Apabila pewaris tidak dapat menaruh tanda tangan atau berhalangan, keterangan ini harus ditulis dalam akta. Bentuk wasiat ini paling banyak dipakai dan juga memang yang paling baik. Karena notaris dapat mengawasi isi surat wasiat itu, sehingga ia dapat memberikan nasihat-nasihat supaya isi surat wasiat tidak bertentangan dengan undang-undang.

2. Surat wasiat olografi

Surat wasiat olografi adalah surat wasiat yang seluruhnya ditulis dan ditanda tangani sendiri oleh pewaris. Surat wasiat ini harus disimpan di notaris dan harus dilakukan dengan akta penyimpanan yang ditanda tangani oleh notaris, pewaris dan dua orang saksi jika surat wasiat dalam keadaan terbuka, tetapi jika surat wasiat dalam keadaan tertutup maka di hadapan notaris dan saksi, pewaris harus membubuhkan sebuah catatan pada sampulnya yang menyatakan bahwa sampul itu berisikan surat wasiatnya atau dalam kata lain Jika surat wasiat dalam keadaan tertutup, maka akta penyimpanan harus dibuat dalam kertas tersendiri, namun jika surat wasiat dalam keadaan terbuka akta penyimpanan ditulis dibawah akta surat wasiat itu sendiri (Pasal 932 KUHPerdata). Hari dan tanggal pembuatan akta penyimpanan ini dianggap sebagai hari dan tanggal surat wasiat (Pasal 933 KUHPerdata)

3. Surat wasiat rahasia (tertutup)

Surat wasiat rahasia (tertutup) adalah surat wasiat yang dibuat pewaris dengan tulisan sendiri atau menyuruh orang lain, yang ditandatangani pewaris. Sampul tertutup dan disegel, kemudian diserahkan kepada notaris dengan dihadiri empat orang saksi. Pewaris harus menerangkan isi surat wasiatnya kepada notaris dan notaris mencatatnya dalam akta penyelamatan (superscriptie). Akta tersebut harus ditulis di atas kertas surat wasiat atau sampul yang berisi alamat wasiat itu. Kemudian harus ditandatangani oleh pewaris, notaris dan empat orang saksi (pasal 940 KUHPerdata).


Surat wasiat menurut isinya:

1. Surat wasiat pengangkatan waris (erfstelling)

Pasal 954 KUHPerdata menjelaskan Surat wasiat pengangkatan waris (erfstelling) adalah suatu wasiat dengan mana si pewaris mewasiatkan kepada seseorang atau lebih memberikan harta kekayaan yang akan ditinggalkannya apabila ia meninggal dunia baik seluruh atau maupun sebagian seperti misalnya, setengahnya atau sepertiganya. Ahli waris berdasarkan pasal ini disebut ahli waris wasiat (testamentaire erfgenaam). Jika ahli waris terdiri dari beberapa orang dan ada yang meninggal dunia, maka bagian yang meninggal itu jatuh pada ahli waris lainnya yang masih hidup.

2. Surat wasiat hibah (legaat)

Pasal 957 KUHPerdata menjelaskan Surat Hibah Wasiat adalah suatu penetapan wasiat yang khusus, dengan mana si yang mewariskan kepada seorang atau lebih memberikan beberapa barang-barangnya dari suatu jenis tertentu, seperti misalnya, segala barang-barang bergerak atau tak bergerak, atau memberikan hak pakai hasil atas seluruh atau sebagian harta peninggalannya.

Orang yang memperoleh warisan berdasarkan hibah wasiat disebut legataris. Legataris tidak menggantikan pewaris mengenai hak dan kewajibannya, misalnya ia tidak wajib membayar utang-utang pewaris yang meninggal itu. Legalitas ini bukan ahli waris, ia hanya berhak menuntut penyerahan benda yang diberikan kepadanya dari para ahli waris

Setiap surat wasiat yang dibuat dan disimpan oleh Notaris, harus dilaporkan pusat daftar wasiat di Kementerian Hukum dan HAM, dalam hal ini Balai Harta Peninggalan (BHP).


PENCABUTAN SURAT WASIAT

Pencabutan wasiat dapat dilakukan dengan tegas dan dapat pula dengan diam-diam. Apabila surat wasiat dicabut dengan tegas, maka pencabutan itu harus dengan surat wasiat baru atau dengan akta notaris khusus di mana pewaris menyatakan kehendaknya akan mencabut wasiat itu seluruhnya atau sebagian (pasal 992 KUHPerdata). Sedangkan pencabutan wasiat dengan diam-diam, di mana wasiat yang baru tidak dengan tegas mencabut wasiat yang lalu, pembatalannya wasiat terdahulu sepanjang tidak dapat disesuaikan dengan ketetapan wasiat yang baru.

Wasiat olografi dapat dicabut dengan cara meminta kembali wasiat itu dari notaris, asalkan permintaan kembali tersebut ditulis dalam akta autentik untuk pertanggungjawaban notaris yang menyimpannya (Pasal 934 KUHPerdata). Apabila wasiat memuat suatu hibah, kemudian benda yang dihibahkan tersebut ditukar atau dijual, wasiat itu dianggap dicabut (Pasal 996 KUHPerdata). Wasiat gugur apabila benda yang dihibahkan musnah seluruhnya sewaktu penghibah masih hidup atau pewaris meninggal dunia benda itu berada ditangan ahli warisnya dan musnahnya itu diluar kesalahan ahli waris itu (Pasal 999 KUHPerdata).



CARA MENDAPATKAN WARISAN MENURUT HUKUM WARIS BARAT

Hukum Waris Barat mengenal adanya dua macam cara mendapatkan warisan yaitu:

1. Pewarisan secara Ab Intestato (ahli waris menurut undang-undang dalam Pasal 832 KUHPerdata)

Ab intestato adalah cara pewarisan menurut undang-undang. Ahli waris dalam ab intestato diatur oleh undang-undang berdasarkan hubungan darah dan mempunyai ikatan perkawinan dengan pewaris. Dalam ab intestato, terdapat 2 (dua) cara mewaris yaitu ahli waris mewaris berdasarkan kedudukannya sendiri (Uit Eigen Hoofde) dan ahli waris yang mewaris berdasarkan penggantian (Bij Plaats Vervulling).

  • Ahli waris mewaris berdasarkan kedudukannya sendiri (Uit Eigen Hoofde)

Ahli waris yang mewaris berdasarkan kedudukannya sendiri dibagi menjadi 4 (empat) golongan. Hak mewaris dari golongan-golongan ini tergantung dari tidak adanya golongan sebelumnya. Hal ini berarti artinya apabila masih ada ahli waris dalam golongan pertama maka ahli waris dalam golongan kedua tidak mungkin menjadi ahli waris yang akan mewarisi harta peninggalan pewaris. Apabila ahli waris dalam golongan pertama tidak ada, maka ahli waris dalam golongan kedua tampil sebagai ahli waris dan menutup ahli waris dalam golongan ketiga. Tetapi selanjutnya, apabila ahli waris dalam golongan kedua tidak ada, maka ahli waris dalam golongan keempat dapat mewaris bersama-sama dengan ahli waris dalam golongan ketiga, karena mereka mewaris dalam cabangnya sendiri-sendiri.

Akan tetapi, apabila pewaris tidak memiliki sanak keluarga sedarah bahkan sampai derajat keenam untuk dijadikan sebagai ahli waris, maka harta peninggalan menjadi milik negara. Dalam keadaan ini, negara akan memperhitungkan segala utang piutang yang ditinggalkan sesuai harta peninggalan.

Berikut adalah 4 (empat) golongan ahli waris, yaitu:

1. Golongan I (Pasal 852 KUHPerdata):

Keluarga dalam garis lurus ke bawah, meliputi anak-anak beserta keturunannya, tanpa membedakan jenis kelamin, waktu kelahiran dari perkawinan pertama atau kedua.

2. Golongan II (Pasal 854 sampai dengan Pasal 857 KUHPerdata):

Keluarga dalam garis lurus ke atas, meliputi orang tua, saudara-saudara laki-laki dan perempuan dan keturunannya.

3. Golongan III (Pasal 850 juncto Pasal 853 ayat (1) KUHPerdata):

Keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas jika si pewaris tidak meninggalkan keturunan maupun suami atau istri, orang tua, saudara-saudara atau keturunan saudara-saudara, maka yang mendapat giliran adalah keluarga sedarah selanjutnya di dalam garis lurus ke atas.

4. Golongan IV (Pasal 858 ayat (3) KUHPerdata):

Keluarga lainnya dalam garis menyamping yang dibatasi sampai dengan derajat keenam, baik dari ayah maupun dari pihak ibu.

  • Ahli waris mewaris berdasarkan penggantian (Bij Plaats Vervulling)

Pewarisan di mana ahli waris mewaris menggantikan ahli waris yang berhak menerima warisan yang telah meninggal dunia lebih dahulu dari pewaris. Orang yang muncul sebagai pengganti ialah keturunan yang sah dari ahli waris yang telah meninggal terlebih dahulu dari pewaris tersebut. Ketentuan mengenai ahli waris mewaris berdasarkan penggantian diatur dalam Pasal 841 sampai dengan 848 KUHPerdata.

Syarat mewaris karena penggantian yaitu:

  1. Ditinjau dari orang yang digantikan harus meninggal terlebih dahulu dari pewaris.

  2. Ditinjau dari orang yang menggantikan harus keturunan sah dari yang digantikan, termasuk keturunan sah dan anak luar kawin. Selain itu yang menggantikan harus memenuhi syarat untuk mewaris pada umumnya yaitu hidup pada saat warisan terbuka, bukan orang yang dinyatakan tidak patut mewaris, dan tidak menolak warisan.


2. Pewarisan secara Testamentair (ahli waris karena ditunjuk dalam surat wasiat atau testamen, hal ini diatur dalam Pasal 899 KUHPerdata)

Testamentair adalah cara pewarisan berdasarkan wasiat. Ahli waris dalam testamentair ditunjuk oleh pewaris sendiri dalam wasiat. Apabila seseorang meninggal dunia, meninggalkan ahli waris ab intestato dan ahli waris testamentair sekaligus maka dalam pembagiannya yang didahulukan adalah ahli waris testamentair dan sisanya dibagikan kepada ahli waris ab intestato. Hal demikian berkaitan dengan sifat kaidah hukum waris, di mana pada prinsipnya seseorang bebas untuk menyatakan kehendaknya yang terakhir mengenai nasib kekayaannya setelah ia meninggal dunia.

Pasal 875 KUHPerdata menyatakan: “Surat wasiat atau testamen adalah sebuah akta berisi pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya terjadi setelah ia meninggal, yang dapat dicabut kembali olehnya.” Berdasarkan ketentuan tersebut, surat wasiat mempunyai 4 (empat) unsur yaitu dibuat dalam bentuk akta, berisi pernyataan, surat wasiat berlaku setelah pewaris meninggal, dan yang terakhir adalah surat wasiat tersebut dapat dicabut kembali selama yang membuat wasiat masih hidup. Oleh karena itu, surat wasiat dapat diartikan sebagai tindakan hukum sepihak.


PEWARISAN TERHADAP ANAK LUAR KAWIN

dalam Hukum Waris Perdata Barat

Anak luar kawin adalah anak yang dilahirkan oleh seorang perempuan yang tidak memiliki ikatan perkawinan yang sah dengan laki-laki yang telah membenihkan anak di rahimnya, anak tersebut tidak mempunyai kedudukan yang sempurna dimata hukum seperti anak sah pada umumnya. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, anak luar kawin disebut dengan anak yang dilahirkan diluar perkawinan. Dalam Pasal 43 ayat 1 anak yang dilahirkan diluar perkawinan menurut Undang-Undang perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.

Jika kita membahas mengenai anak luar kawin dalam waris menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maka bagian seorang anak yang lahir di luar perkawinan, tetapi diakui (erkend natuurlijk) itu tergantung dari berapa adanya anggota keluarga yang sah. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur mengenai waris terhadap anak luar kawin dalam Pasal 862-866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Berikut bagian-bagian yang di dapat anak luar kawin yang diakui menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

  • Jika yang meninggal meninggalkan keturunan yang sah atau seorang suami atau istri, maka anak-anak luar kawin mewarisi 1/3 bagian dari bagian yang seharusnya mereka terima jika mereka sebagai anak-anak yang sah (lihat Pasal 863 KUH Perdata);

  • Jika yang meninggal tidak meninggalkan keturunan maupun suami atau istri, tetapi meninggalkan keluarga sedarah, dalam garis ke atas (ibu, bapak, nenek, dst.) atau saudara laki-laki dan perempuan atau keturunannya, maka anak-anak yang diakui tersebut mewaris 1/2 dari warisan. Namun, jika hanya terdapat saudara dalam derajat yang lebih jauh, maka anak-anak yang diakui tersebut mendapat 3/4 (lihat Pasal 863 KUH Perdata);

  • Bagian anak luar kawin harus diberikan lebih dahulu. Kemudian sisanya baru dibagi-bagi antara para waris yang sah (lihat Pasal 864 KUH Perdata);

  • Jika yang meninggal tidak meninggalkan ahli waris yang sah, maka mereka memperoleh seluruh warisan (lihat Pasal 865 KUH Perdata)

  • Jika anak luar kawin itu meninggal dahulu, maka ia dapat digantikan anak-anaknya (yang sah) (lihat Pasal 866 KUH Perdata).

Namun disini anak luar kawin yang bisa mendapatkan harta waris dari orang tua nya adalah mereka yang diakui oleh bapak ataupun ibunya.


Contoh waris terhadap anak luar kawin dalam Hukum Waris Perdata Barat:

Jika seseorang meninggalkan 1 orang anak lahir di luar perkawinan yang diakui dan 3 orang anak sah, maka maka anak luar kawin mendapatkan 1/3 bagian. Jika kita melihat keseluruhan dari anak si pewaris maka terdapat 4 ahli waris. Maka bagian anak luar kawin adalah 1/3 x ¼ = 1/12 bagian.


PERLINDUNGAN HUKUM BAGI AHLI WARIS YANG TIDAK HADIR

Saat Pembagian Warisan Berdasarkan KUHPerdata

Ahli waris (erfgenaam) adalah semua orang yang berhak menerima warisan yang ditinggalkan oleh pewaris. Dalam KUHPerdata yang dimaksud dengan ahli waris adalah para anggota keluarga sedarah yang sah maupun diluar perkawinan serta suami dan istri yang hidup diluar perkawinan serta suami dan istri yang hidup terlama (Pasal 832 KUHPerdata).

Warisan (Nalatenschap) adalah segala sesuatu yang diberikan kepada ahli waris untuk dimiliki, bisa berupa hak atau harta kekayaan (vermogen) yang akan beralih dari pewaris yang telah wafat kepada para ahli waris.

Syarat untuk menjadi ahli waris adalah adalah orang yang harus sudah ada dan masih ada ketika pewaris meninggal dunia. Hal ini ditentukan dalam Pasal 836 KUHPerdata yang menentukan bahwa ”Agar dapat berkedudukan sebagai ahli waris, maka seseorang tersebut harus ada atau lahir ketika harta warisan telah terbuka”. Artinya seseorang untuk dapat berkedudukan menjadi ahli waris syaratnya harus ada yaitu, telah dilahirkan dan masih hidup ketika pewaris meninggal dunia.

Menurut Tan Thong Kie keadaan tidak hadir dapat dibagi ke dalam tiga masa yaitu masa pengambilan tindakan sementara, masa adanya dugaan hukum mungkin telah meninggal dunia dan masa pewarisan definitif:

  1. Masa pengambilan tindakan sementara berarti, jika pewaris meninggalkan tempatnya tanpa ada orang mewakilkan kepentingannya kepada seseorang, pada keadaan ini tindakan sementara yang diambil jika ada alasan yang mendesak untuk mengurus seluruh dan sebagian harta kekayaan atau warisan yang diterima tindakan sementara tersebut dimintakan kepada pengadilan negeri oleh orang yang mempunyai kepentingan harta kekayaan atau jaksa, selanjutnya hakim akan memerintahkan kepada balai harta peninggalan untuk mengurus seluruh atau sebagian harta serta kepentingan orang yang tidak hadir.

  2. Masa adanya dugaan hukum mungkin telah meninggal dunia berarti, permohonan prasangka meninggal dunia tersebut diajukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan kepada pengadilan negeri di tempat orang yang tidak hadir dan dilakukan pemanggilan sebanyak 3 kali pemanggilan yang ditentukan oleh hakim.

  3. Masa pewarisan definitif yang dimulai tiga puluh tahun setelah prasangka meninggal dunia tercantum dalam putusan pengadilan.


Perlindungan hukum terhadap ahli waris dalam keadaan tidak hadir (afwezig) sudah diatur dalam pasal 463 dan pasal 464 KUHPerdata, apabila ahli waris yang dalam keadaan tidak hadir tersebut tidak memiliki kuasa untuk mewakili kepentingganya maka pengadilan negeri ditempat orang yang tidak hadir tersebut dapat memerintahkan balai harta peninggalan untuk mengelola warisan yang tidak hadir sebagai wakilnya, sehingga apabila ahli waris yang dalam keadaan tidak hadir tersebut kembali, ahli waris tersebut bisa mendapatkan kembali harta warisannya sesuai dengan hak-haknya sebagai ahli waris.

Dengan demikian sudah jelas karena adanya payung hukum yang berlaku berarti orang yang tidak hadir (afwezig) sebagai subjek hukum tidak akan kehilangan hak dalam pembagian harta warisan dan haknya terhadap harta warisan tidak dapat dihilangkan, tetapi hanya keadaan daluarsa yang dapat menghilangkannya.



Penulis:

Dwi Tiara Febrina

Nurulanni Triagustin

Meilivia Winandra

Natalia


Editor:

Nofita R.


Sumber:

  1. Hilman Adikusuma, Hukum Waris Indonesia Menurut Pandangan Hukum Adat, Hukum Agama Hindu Islam, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991)

  2. Afandi, Ali, Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian, Bina Aksara, Jakarta, 1986.

  3. Tan Thong Kie, Studi Notariat & Serba - Serbi Praktek Notaris, Jakarta : Inchtiar Baru Van Hoeve, 2007

  4. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

  5. Perangin, Efendi. 1997. Hukum Waris. Jakarta: Rajawali Pers.

  6. Kitab Hukum Perdata

  7. Prof. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata

  8. J. Satrio, Hukum Waris

  9. J. Andi Hartanto, Kedudukan Hukum dan Hak Waris Anak Luar Kawin Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Laksbang Presindo, Yogyakarta, 2008

  10. Prof. Subekti, S.H., Pokok-Pokok Hukum Perdata,

  11. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

  12. Buku Pokok-pokok hukum perdata (Prof. Subekti, S.H.),

  13. Catatan Tim Dosen Pengajar Mata Kuliah PLKH-9 (Teknik Pembuatan Akta) Universitas Tarumanagara (Dr. Benny Djaja, S.H., S.E., M.M., M.Hum., M.Kn., Dr. Gunawan Djajaputra, S.H., S.S., M.H., Dr. Tjempaka, S.H., M.H., M.Kn., Dr. Marta Sri Wahjuni, S.H., Sp.N., M.H.)

  14. KUHPerdata

Foto: www.haussmannrealestate.com

 
 
 

Comments


bottom of page